Hutan gambut merupakan suatu ekosistem unik yang menjadi habitat dari berbagai flora dan fauna sehingga ekosistem tersebut mempunyai peranan vital dalam mempertahankan keanekaragaman hayati. Sayangnya, peranan tersebut semakin terancam seiring dengan tingginya gangguan yang terjadi di hutan gambut seperti penebangan, kebakaran, dan alih fungsi lahan. Upaya konservasi terhadap hutan gambut menjadi dibutuhkan agar ekosistem tersebut dapat mempertahankan fungsinya.
Dalam rangka meningkatkan kepedulian dan pengetahuan mahasiswa dan para pemerhati lingkungan tentang kelestarian hutan gambut, Wildlife Conservation Centre (Laboratorium Satwa Liar) Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada mengadakan kuliah umum yang bertemakan Peatland Forest Ecology and Wildlife Conservation in Kalimantan pada Kamis (16/01) di Ruang Multimedia Fakultas Kehutanan UGM.
Peserta yang hadir dalam acara ini berasal dari berbagai perguruan tinggi seperti UGM, UNY, Instiper Yogyakarta, dan UNS. Beberapa komunitas yang bergerak pada bidang lingkungan hidup pun turut hadir dalam kuliah umum ini. Acara dibuka dengan sambutan dari Dr. Muhammad Ali Imron selaku Wakil Dekan Bidang Penelitian, Pengabdian kepada Masyarakat, dan Kerjasama Fakultas Kehutanan UGM. “Saya harap dengan diadakannya acara ini menjadi wadah bagi kita semua untuk mendapatkan ilmu dan ide-ide baru untuk melakukan riset tentang hutan gambut dan satwa liar yang hidup disana,” ujar Ali Imron saat memberikan sambutannya.
Materi dalam kuliah umum ini disampaikan oleh Mark E. Harrison, Ph.D sebagai co-director Borneo Nature Foundation (BNF). Sejak tahun 2003, Mark telah melakukan penelitian tentang hutan gambut dan satwa liar di kawasan hutan Sebangau, Kalimantan Tengah. Sebelum membahas topik utama, Mark memberikan materi pengantar dengan menjelaskan proses terbentuknya hutan gambut. Berdasarkan pemaparan beliau, penumpukan bahan organik yang sudah terakumulasi selama ribuan tahun pada lahan yang tergenang air membuat pelapukannya terhambat sehingga membentuk tanah gambut. Adanya penumpukan bahan organik itulah yang membuat hutan gambut mempunyai fungsi sebagai penyimpan karbon. “Sifatnya yang selalu tergenang membuat hutan gambut sulit terbakar, namun aktivitas manusia seperti penebangan dan pembuatan kanal untuk mengangkut kayu hasil penebangan keluar kawasan hutan mengganggu fungsi hidrologi hutan gambut dan membuatnya menjadi cepat kering sehingga rawan terbakar,” tambah Mark.
Kerugian yang ditimbulkan dari kebakaran hutan gambut dapat memengaruhi berbagai aspek kehidupan. Asap kebakaran hutan gambut menyebabkan gangguan pernapasan bagi masyarakat sekitar. Tak hanya itu saja, kebakaran hutan gambut pun dapat memengaruhi laju perubahan iklim. Mark menjelaskan bahwa hutan gambut yang semula berfungsi sebagai penyimpan karbon akan berubah menjadi penyumbang emisi ketika terbakar. “Pada tahun 2015, emisi yang disumbangkan dari hutan gambut yang terbakar di Indonesia melebihi emisi yang dihasilkan oleh Amerika yang terkenal sebagai penyumbang emisi terbesar kedua di dunia,” jelasnya.
Dampak dari kebakaran hutan gambut juga dapat dirasakan oleh satwa liar yang hidup pada ekosistem tersebut. Salah satu satwa liar yang terancam dengan adanya kebakaran hutan gambut adalah orangutan. Kebakaran yang terjadi di hutan gambut semakin mengancam populasi orangutan yang sebagian besar habitatnya berada pada kawasan tersebut. “Dampak kebakaran hutan gambut dalam 1 tahun dapat membakar 2% dari total keseluruhan habitat orangutan. Hal tersebut membuat orangutan harus bersaing untuk memperebutkan sumber daya yang terbatas setelah kebakaran dan berujung pada penurunan populasinya,” rinci Mark.
Dalam sesi diskusi, ada salah satu peserta yang memberikan pertanyaan tentang kemampuan recovery hutan gambut setelah mengalami gangguan. “Apabila kebakaran yang terjadi kecil dan kerusakan yang ditimbulkan tidak terlalu meluas, maka hutan gambut bisa memulihkan dirinya sendiri tapi butuh waktu yang sangat lama. Saat kebakaran yang terjadi besar dan membakar area yang luas akan sangat sulit untuk hutan gambut memulihkan dirinya,” jawab Mark. Beliau menekankan hal yang paling penting adalah menjaga agar hutan gambut tidak terbakar karena sekali ekosistem tersebut terganggu maka akan sulit untuk pulih. Dukungan dari beberapa pihak termasuk kalangan akademisi sangat diperlukan untuk menjaga ekosistem hutan gambut tetap sehat dan stabil. Mark menyatakan bahwa peran akademisi sangat dibutuhkan karena data riset dari mereka dapat digunakan untuk merumuskan strategi dan solusi yang tepat dalam melestarikan hutan gambut beserta keanekaragaman hayati yang ada pada ekosistem tersebut.